Siang tadi, dua oranG baik memperhatikanku, kurang lebih 3 meter dihadapanku mereka memberi syarat padaku yang kurang lebih intinya "Pulang aja sana ! kamu pucet loh !" mereka memelankan suara karna kami sedang berada di forum yang agak resmi dengan tersenyum aku bergegas mengambil sesuatu di dalam tas kesayanganku, tadaa.. kupamerkan Lipstk wardah yang sejujurnya warnanya agak norak, oren , atau merah bata, tidak penting intinya, aku tampak pucat karna lupa memakai lipstik, segera ku coret bibirku dengan kuas lipstik, tada, kupamerkan bibirku yang sudah menyala kepada mereka. mereka menggeleng hah ? aku bertanya sebab tidak mengerti "matamu gak bisa bohong ! pulang sana ! istirahat!" lagi2 mereka bicara tanpa suara lekas kubuka kamera depan dari ponsel untuk melihat apa yang terjadi, "lah iya." aku hanya berkedip kedip dan tersenyum pahit. Ingin segera pulang tapi sepertinya aku butuh sekitar satu jam lagi untuk tetap berada di tempat ini ah, lipstik...
MAKALAH HUKUM
ACARA PERDATA
Disusun sebagai
tugas akhir mata kuliah Hukum Acara Perdata
Dosen Pengampu
: Bapak Sergio Horison, S.H

Oleh:
Nur Fitria Primastuti
FAKULTAS
SYARIAH
JURUSAN AHWAL
AL-SYAKHSHIYYAH
INSTITUT AGAMA
ISLAM NEGERI SALATIGA
Juni: 2016
Gugatan
Rekonvensi
A.
Latar
Belakang
Sebagai makhluk
sosial, manusia dalam melakukan interaksi dengan orang lain kerap kali terjadi
perselisahan. Perselisihan adakalanya dapat diselesaikan dengan jalan damai, tapi
adakalanya perselisihan tersebut menimbulakn ketegangan yang terus menrus
sehingga masing-masing pihak mersa dirugikan. Pihak/orang yang merasa dirugikan
dapat mengajukan gugatan kepada pengadilan sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Dalam
mengajukan guggatan ke pengadilan, ada dua pihak yang harus ada dalam gugatan
tersebut, yakni pihak yang menggugat (penggugat) dan pihak yang di gugat
(terguagat). Pihak yang digugat dalam sebuah gugatan awal atau yang di sebut
gugatan konvensi memilki hak yang di berikan oleh Undang-Undang untuk dapat
menggugat balik penggugat. Gugatan balik yang diajukan pihak yang digugat
tersebut di sebut dengan gugatan rekonvensi.
Gugatan
rekonvensi bertujuan memberikan kesempatan yang sama kepada tergugat untuk
memertahankan haknya jika ternyata penggugat juga melakukan wanprestasi kepada
tergugat. Gugatan balik yang diajukan terguagat haruslah seuai prosedur dan
aturan yang berlaku.
B.
Pengertian
Gugatan Rekonvensi
Menurut Pasal
32A ayat (1) HIR, gugatan rekonvensi adalah gugatan yang diajukan tergugat
sebagai gugatan balasan terhadap gugatan yang diajukan penggugat kepadanya, dan
gugatan rekonvensi itu diajukan tergugat kepada Pengadilan Negri, pada saat
berlangsungnya proses pemeriksaan gugatan yang diajukan penggugat.
Sedangakan
dalam pasal 224 Rv. Gugatan Rekonvensi adalah gugatan balik yang diajukn
tergugat terhadap penggugat dalam satu proses perkara yang sedang berjalan. Diutarakn
juga dalam counterclaim dari system Common Law. Gugatan rekonvensi adalah
gugatan perlawanan yang diajukan tergugat terhadap gugatan yang diajukan
penggugat kepadanya.
Dalam hukum
acara perdata, gugatan rekonvensi lebih dikenal dengan “gugat balik” karena
penggugat juga ternyata melakukan wanprestasi kepada tergugat. (Abdul
Manan:2005:54).
Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Gugatan Rekonvensi disebut juga
gugatan balik yakni gugatan yang diajuakn oleh tergugat kepada penggugat dalam
proses perkara yang masih berlangsung.
C.
Sifat
Gugatan Rekonvensi
Pasal 121 Ayat
(1) HIR menegaskan bahwasanya setiap gugatan adalah berdiri sendiri, memiliki
nomer register sendiri-sendiri dan dilakukan persidangan sendiri-sendiri. Oleh
karena itu sekiranya tergugat memilki gugatan juga terhadap penggugat di waktu
yang sama, seharusnya diajukan secara
tersendiri dalam nomor register tersendiri dan selanjutnya diadakan sidang
pemeriksaan tersendiri. (Harahap: 2005: 476)
Pasal 132A HIR
memberikan aturan khusus terhadap hal tersebut yang mengharuskan setiap gugatan
masing-masing berdiri sendiri. Berdasarkan Pasal 132A HIR tersebut,dalam proses
pemeriksaan gugatan perkara yang sedang berjalan:
1.
Diberi
hak kepada tergugat mengajuakn gugatan rekonvensi sebagai gugatan balik atas
gugatan penggugat, dan
2.
Gugatan
rekonvensi tersebut dikumulasikan tergugat dengan gugatan konvensi penggugat.
Asas yang
dipakai administrasi yudistial dalam
system kumulasi rekonvensi dengan gugatan konvensi adalahsebagai berikut:
1.
Nomor
Register gugatan rekonvensi menumpang dan menjadi satu dengan nomor register
gugatan konvensi
2.
Biaya
panjar perkara gugatan rekonvensi dianggap dengan sendirinya menurut hukum
telah melekat pada panjar gugatan konvensi.
Oleh karena
Pasal 132A HIR tersebut sebagai ketentuan khusus yang memberikan sifat
khusus yakni sifat eksepsional
(penerapan pengecualian dari ketentuan umum) dimana guagatan rekonvensi yang pada
dasarnya merupakan gugatan yang berdiri sendiri, namun apabila di kumulasikan
dengan gugatan konvensi, seolah-olah sifat itu dilebur dan administrasi
yustisialnya ditumpangkan dan diletakkan dalam gugatan konvensi.
Kumulasi
gugatan konvensi dan rekonvensi yang digabung dalam satu pemeriksaan itu adalah
dua gugatan yang masing-masing berdiri sendiri dan diajukan oleh pihak yang berbeda.
Dari banyak
pernyataan diatas , jelaslah bahwa Gugatan Rekonvensi merupakan hak eksepsional
yang diberikan oleh UU kepada tergugat.
D.
Tujuan
Gugatan Rekonvensi
Gugatan Rekonvensi atau gugatan balik memilki beberapa tujuan,
yakni (Harahap: 2005: 7) :
1.
Menegakkan
Asas peradilan Sederhana
Sistem yang
menyatukan pemeriksaan dan putusan dalam satu proses, sangat menyederhanakan
penyelesaian perkara. Dalam pasal 132A HIR dikatakan bahwa gugatan rekonvensi diperiksa bersama-sama
dengan gugatan konvensi. Oleh karena itu Penggabungan gugatan konvensi dengan
rekonvensi sesuai dengan asas
peradilan sederhana sesuai dengan Pasal
4 Ayat (2) UU No. 14 Tahun 1970 Sebagaimana diubah dengan Undang- Undang No. 35
Tahun 1999, diuabah lagi dengan UUndang-Undang No. 4 tahun 2004.
2.
Menghemat
Biaya dan Waktu
Sudah sangat jelas kiranya bahwa gugatan konveni dan rekonvensi
yang mendapat sifat khusus yakni dapat digabungkan pelaksanaanya baik
pemeriksaan dan putusan akan menghemat waktu, anggaran dan juga tenaga.
Tujuan lain
gugatan rekonvensi adalah:
1.
enggabungkan dua tuntutan yang berhubungan.
2.
Mempermudah prosedur.
3.
Menghindarkan putusan-putusan yang saling
bertentangan antara satu dengan yang lainnya.
4.
Menetralisir tuntutan konvensi.
5.
Acara pembuktian dapat disederhanakan.
6.
Menghemat biaya.
E.
Syarat
Materiil Gugatan Rekonvensi
Undang-Undang
tidak secara jelas mengatur mengenai syarat gugatan materiil. Pasal 132A HIR
hanya menjelaskan bahwa gugatan rekonvensi merupakan hak yang dimilki oleh
tergugat dan tidak ada syarat antara keduanya harus memilki hubungan yang erat
atau koneksitas substantial. Begitu juga dikatakan oleh Soepomo bahwa “
tuntutan rekonvensi berdiri sendiri (Zelfstanding), karenanya oleh tergugat
dapat diajukan kepada hakim didalam proses tersendiri, menurut acara biasa.
Oleh karena dapat diajukan tersendiri, tidak diperlukan syarat koneksitas
antara konvensi dan rekonvensi . menurut hukum tidak ada dasar dan alasan yang
kuat bahwa antara gugatan konvensi dan
gugatan rekonvensi harus ada koneksitas.
Akan tetapi, praktik
peradilan yang nyata terjadi di Indonesia cenderung menerapkan adanya
koneksitas sebagai syarat materiil gugatan rekonvensi. Oleh karena itu, gugatan
rekonvensi baru dianggap sah dan dapat diterima dan dapat diakumulasikan dengan
guagatan konvensi jika memenuhi syarat:
1.
Adanya
faktor pertautan hubungan mengenai dasar hukum dan kejadian yang relevan antara
gugatan konvensi dan gugatan rekonvensi.
2.
Hubungan
pertautan itu harus sangat erat, sehingga penyelesaianya dapat dilakuakan
secara efektif dalam suatu proses dan putusan.
Alasan dari harus adanya faktor koneksitas itu dilandasi dengan
tujuan pokok system rekonvensi yakni untuk menyederhanakan proses serta untuk
mengehemat biaya dan waktu. Agar tujuan dari rekonvensi tidak menyimpang maka
sedapat mungkin gugatan rekonvensi mempunyai koneksitas yang substansial dan
relevan dengan gugatan rekonvensi. Prinsip itu tidak boleh mengurangi hak
tergugat untuk mengajuakn gugatan
rekonvensi yang bersifat berdiri sendiri yang benar-benar melepas kaitanya
dengan gugatan konvensi.
F.
Syarat
FormilGugatan Rekonvensi
1.
Formulasi
Surat Gugatan
Sesuai dengan
putusan MA No.330 K/Pdt/1986 agar gugatan dianggap ada dan sah, maka gugatan
harus secara jelas dalam jawaban. Hal ini bertujuan agar pihak lawan dapat
mengetahui dan mengerti tentang adanya gugatan rekonvensi yang diajukan
tergugat kepadanya. Bentuk pengajuan dapat secara lisan maupun tertulis. Namun alangkah
lebih baiknya jika gugatan disampaikan secara tulisan.
Gugatan
Rekonvensi mesti memenuhi syarat formil
gugatan, yaitu:
a)
Menyebut
dengan tegas subjektif yang ditarik sebagai tergugat rekonvensi
b)
Merumuskan
dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi, berupa penegasan dasar hukum
dan dasar peristiwa yang melandasi gugatan.
c)
Menyebut
dengan rinci ptitum gugatan.
Syarat syarat
diatas disebut dengan syarat formil. Dalam Putusan MA No. 1154 K/Sip/1973
dikatakan bahwa apabila syarat formil dalam gugatan rekonvensi tidak ada maka
di anggap gugatan tersebut tidak sungguh-sungguh sehingga gugatan rekonvensi
dapat di tolak.
2.
Pihak
yang ditarik dalam gugatan rekonvensi
Pihak yang
dapat menjadi tergugat dalam gugatan rekonvensi adalah penggugat konvensi.
Untuk memenuhi syarat formil maka tergugat harus ditulis jelas dalam surat
gugatan. Gugatan rekonvensi merupakan hak yang diberikan kepada tergugat
melawan konvensi sehingga yang dapat ditarik sebagai tergugat hanya penggugat
konvensi.
Akan tetapi,
jika penggugat konvensi terdiri lebih dari satu orang , maka tidak harus
menggugat semua pihak penggugat konvensi untuk menjadi tergugat rekonvensi.
Pedoman yang digunakan adalah:
a)
Jika
gugatan rekonvensi erat kaitanya degan gugatan konvensi, maka sebaiknya seluruh
pengguhat konvensi ditarik seluruhnya menjadi tergugat rekonvensi. Halni untuk
menghindari adanya cacat formil yakni kurang pihak yang ditarik sebagai
tergugat.
b)
Jika
gugatan rekonvensi tidak erat kaitanya dengan gugatan konvensi maka tidak perlu
menarik semua pihak untuk dijadikan tergugat rekonvensi.
Putusan MA no.
636 K/Pdt/ 1984 menyatakan bahwa sesama tergugat konvensi tidak dapat ditarik
menjadi tergugat dalam gugatan rekonvensi. Gugatan semacam itu menurut MA
adalah gugatan yang tidak dibenarkan oleh hukum acara, sebab gugatan rekonvensi
hanya dapat di ajukan kepada penggugat konvensi yang menempatkannya dalam
kedudukan sebagai tergugat konvensi. Jika terdapat kasus ditariknya tergugat
konvensi sebagai tergugat rekonvensi maka gugatan tersebut dapat di tolak.
G.
Waktu
pengajuan Gugatan
Gugatan
rekonvemsi diajukan bersama dengan jawaban sesuai dengan bunyi Pasal 132 b ayat
(1) HIR “ Tergugat wajib mengajukan gugatan melawan bersama-sama dengan
jawabanya baik dengan surat maupun dengan lisan”
Oleh karena
itu, gugatan rekonvensi harus di ajukan bersama dengan jawaban, sehingga jika
ada gugatan rekonvensi yang diajuakan tidak bersama jawaban gugatan tersebut
dapat di tolak atau di anggap tidak sah.
Pasal 132 b
ayat (1) HIR diatas menimbulkan banyak penafsiran mengenai kata ”jawaban” yang
dimaksud dalam pasal tersebut karena erat kaitanya dengan waktu pengajuan
gugatan rekonvensi.
Pendapat
pertama menafsirkan kata jawaban bermkana jawaban pertama, sehingga gugatan
rekonvensi harus diajukan bersama-sama dengan jawaban pertama dengan alasan
membolehkan penggugat rekonvensi memberikan gugatan rekonvensinya diluar
jawaban pertama dapat menimbulkan
kerugian bagi pihak penggugat dalam membela hak dan kepentinganya juga
mengakibatkan pemeriksaan perkara dan penyelesain tidak lancar dan agar
penggugat rekonvensi tidak sewenang-wenang dalam menggunakan hak mengajukan gugata
rekonvensinya.
Pendapat yang
lain mengatakan bahwa gugatan rekoonvensi boleh di ajuakan sampai tahap
pembuktian. Hal ini berdasarkan pasal 132 b ayat (1) itu sendiri bahwa dalam
ayat tersebut tidak ada kata jawaban pertama sehingga dapat disimpulkan gugatan
rekonvensi dapat diajukan sewaktu-waktu sampai pada tahap pembuktian.
Sebagian besar
peradilan di Indonesia sudah menerapkan pendapat yang pertama yakni gugatan
rekonvensi di ajukan bersama dengan jawaban pertama sehingga dalam jawaban
pertama terdapat eksepsi, bantahan dan juga gugatan rekonvensi.
Namun ada juga
yang masih menggunakan pendapat kedua yakni gugatan rekonvensi diajukan dalam
duplik terhadap replik. Dengan adanya penggarisan oleh MA dalam Putusan MA No.
239K/Sip/1968 yang menegaskan gugatan rekonvensi dapat diajukan
selambat-lambatnya sebelum pemeriksaan pembuktian mengakibatkan gugatan tersebut tetap di terima.
H.
Larangan
Mengajukan Gugatan rekonvensi
1.
Dilarang
mengajukan gugatan rekonvensi kepada seseorang yang bertindak berdasarkan
kualitas
Salah satu
gugatan rekonvensi yang tidak di perbolehkan adalah gugatan rekonvensi yang
menggugat sesorang yang sedang mewakili kepentingan principal seperti kuasa
hukum atas pemberi kuasa, atau ayah/wali atas anak yang diwakilinya.
Contoh kasusnya
adalah sebagai berikut:
Dalam gugatan
konvensi, Akbar menggugat Budi untuk melunasi pembayaran tanah yang sudah jatuh
tempo. Dalam persidangan Akbar memberikan kuasanya kepada Candra selaku
pengacara, sehingga Candra sebagai kuasa atas Akbar. Ternyata Candra juga
memilki hutang kepada Budi. Dalam acara persidangan itu ketika masih dalam
jawab menjawab/ sebelum pembuktian Budi dilarang menggugat balik(menggugat
rekonvensi) terhadap candra, meskipun Candra melaukan wanprestasi kepada Budi.
Karena Peran Candra hanya sebatas wakil/ kuasa dari Akbar. Jika Budi ingin
menyelesaikan permasalahnya dengan Canda maka harus di ajukan dalam gugatan
perdata biasa.
2.
Larangan
mengajukan Gugatan rekonvensi yang melanggar kompetensi Yuridiksi PN yang
mengadili perkara.
Kita mengetahui
ada dua kompetensi. Kompetensi relative dan Kompetensi Absolut. Jika kompetensi
relative dilanggar, misalnya Agung
menggugat Bono di PN Salatiga untuk pelunasan sebuah mobil. Sedangakan
Bono menggugat Rekonvensi Agung atas
sangketa hak milik tanah yang berada di Magelang, maka diperbolehkan
meskipun hal ini melanggar kompetensi Relatif. Karna seharusnya Bono menggugat
Agung atas hak milik tanah itu di Pengadilan Negri tempat tanah berada yakni di
PN Magelang.
Kita harus
mengingat salah satu asas peradilan yang efektif dan efisien, sehingga karena
asas itulah tindakan gugatan rekonvensi yang melanggar kewenangan relative di
benarkan.
Akan tetapi,
gugatan Rekonvensi yang melanggar kompetensi absolut tidaklah di benarkan.
Contoh kasusnya adalah Dudung menggugat Eko dalam perkara transaksi jual beli
tanah di Pengadilan Negri Salatiga. Eko lalu menggugat rekonvensi Dudung atas sangketa hibah. Hal ini tidak di
benarkan karena sangketa hibah adalah kompetensi Pengadilan Agama dan bukan
Pengadilan Negri. Hal ini sesuai dengan Pasal 49 UU. No. 7 tahun 1989. Bahwa
sangketa hibah untuk umat islam merupakan kompetensi absolute pengadilan agama.
3.
Larangan
mengajukan rekonvensi di tingkat banding dan kasasi
Dalam pasal 132
A ayat (2) HIR dikatan bahwa jika tidak diajukan gugatan rekonvensi pada
tingkat pertama yakni di PN, tidak dapat diajuakn di tingkat banding di
Pengadilan Tinggi. Sehingga kesempatan untuk mengajukan gugatan rekonvensi
hanya sebatas pada pengadilan tingkat pertama saja. akan tetapi jika gugatan
rekonvensi sudah diajukan di tingkat pertama, maka gugatan tersebut dapat
dibawa ke tingkat banding.
Sama halnya di
tingkat banding, pada tingkat kasasi juga tidak bisa di ajukan gugatan
rekonvensi, karena Mahkamah Agung sebagai peradilan kasasi tidak berwenang
memeriksa dan menilai permasalahan fakta. Ketika tergugat konvensi lalai untuk
melakukan gugatan rekonvensi pada tingkat pertama maka harus mengajukan gugatan
perdata biasa yang berdiri sendiri kepada Pengadilan tingkat satu/PN.
I.
Sistem
Pemeriksaan
Sistem
pemeriksaan gugatan konvensi bersama dengan gugatan rekonvensi diatur dalam
pasal 132 b ayat (3) dan (5). Terdapt dua cara pemeriksaan
1.
Diperiksa
dan diputus sekaligus dalam satu putusan.
Cara ini adalah cara yang paling umum digunakan .Pemeriksaan dilakukan
bersama-sama sesuai dengan tata tertib beracara sesuai undang-undang , sehingga:
a)
Terbuka
hak untuk mengajukan eksepsi pada konvensi maupun rekonvensi.
b)
Mengajukan
replik dan duplik dalam konvensi maupun rekonvensi
c)
Mengajukan
pembuktian serta konklusi dalam konvensi dan rekonvensi.
d)
Proses
pemeriksaan ditulis dalam satu bertita acara yang sama
Hasil
pemeriksaaan tersebut diselesaikan secara bersama dan serentak dalam satu
putusan dengan sistematika menempatkan uraian putusan konvensi pada bagia awal,
meliputi:
a)
Dalil
gugatan konvensi
b)
Ptitum
gugatan konvensi
c)
Uraian
pertimbangan konvensi
d)
Kesimpulan
hukum gugatan konvensi
e)
Kemudian
diuraikan pula gugatan rekonvensi, yang memuat sama dengan yang dimuat dalam
gugatan konvensi
f)
Amar
putusan sebagai bagian akhir terdiri dari amar putusan gugatan konvensi dan
amar putusan rekonvensi.
2.
Proses
pemeriksaan terpisah
Pasal 132 b selain mengatur tentang acara bersamaan mengenai
gugatan konvensi dan rekonvensi, juga mengatur dipisahnya proses acara dengan
pengecualian.
a)
Diperiksa
secara terpisah namun dijatuhhkan dalam satu putusan.
Jika dalam
gugatan konvensi dan rekonvensi sama sekali tidak saling berhubungan dan
membutuhkan perlakuan pemeriksaan yang berbeda maka diperbolehkan:
1)
Melakukan
pemeriksaan yang berbeda terhadap masing-masing gugatan baik konvensi maupun
rekonvensi.
2)
Masing-masing
pemeriksaan di tulis dalam berita acara persidangan yang berbeda
3)
Gugatan
konvensi pemeriksaanya di tuntaskan lebih dahulu baru gugatan rekonvensi di selesaikan.
4)
Penjatuhan
putusan ada dalam satu nomor register yang sama, eaktu dan tempat yang sama.
b)
Diperiksa
terpisah dan dituangkan dalam putusan yang terpisah juga.
Hasil putusan
ini akan melahirkan putusan konvensi dan putsan rekonvensi. Bedanya dengan cara
yang pertama adalah, cara pertama melahirkan satu putusan, cara kedua ini
melahirkan dua putusan, putusan konvensi dan putusan rekonvensi, keduanya boleh
diajukan banding sendiri-sendiri.
J.
Contoh
draft surat gugatan rekonvensi

Banda Aceh, 20 April 2012
Perihal :
Jawaban dan Gugatan Rekonpensi
Dalam
perkara No.../ Pdt/2012/PN Bna.
Antara
Nama Khalik……………... Sebagai tergugat konvensi/ penggugat
rekonvensi
Lawan
Nama Siyono……………... Sebagai penggugat konvensi/ tergugat
rekonvensi
Perkara Nomor.../ Pdt/2012/PN Bna.
Di
Banda Aceh
Assalamualaikum Wr. Wb
Yang bertanda tangan di bawah ini kami
; Dengan hormat,
Yang bertanda tangan di bawah ini Kurnia
Rahman. SH.M.Hum M.Ridha Ulhaq. SH, Hendra SH, Yusnidar SH, dan Mahdalena SH.
Advokat yang berkantor dan berkedudukan di Jl. Pocut baren No.25 Banda Aceh,
berdasarkan surat kuasa khusus (terlampir) No.031/X4 /Bna/2012 (terlampir)
tanggal 12 maret 2012, dalam hal ini bertindak untuk dan atas nama
klien kami :
Nama :
Khalik
Umur :
36 tahun
Agama :
Islam
Pekerjaan :
Dagang
Alamat :
Jl. Garuda Kecamatan Banda Raya, Banda Aceh
Selanjutnya disebut Tergugat
Dengan ini Penggugat mengajukan eksepsi,
jawaban serta gugast balik (Rekonpensi) dalam perkara Perdata No.
.../ Pdt/2012/PN Bna. Sebagai berikut ;
EKSEPSI
Gugatan Penggugat Kabur.
Bahwa gugatan
penggugat tidak disusun secara sistematis, gugatan penggugat tidak jelas dan
dalil-dalil yang di tujukan terhadap tergugat terlalu mengada-ada seperti pada
Poin 1, Penggugat mengatakan bahwa perjanjian tersebut dikuatkan
dengan akta, padahal hanya secara lisan, dalil tersebut adalah bohong dan tidak
benar adanya. Oleh karenanya, gugatan kabur tersebut harus dinyatakan tidak
dapat diterima.

Dalam Pokok perkara :
1. Bahwa
Tergugat menolak seluruh dalil gugatan Penggugat kecuali terhadap dalil-dalil
yangdiakui secara tegas
oleh Tergugat
2. Bahwa Tergugat memang
pernah meminjam uang pada penggugat sebesar Rp.150.000.000,00 (seratus lima
puluh juta rupiah) pada tanggal 05 Oktober 1999 tanpa adanya perjanjian dalam
bentuk Akta, hanya melalui lisan saja.
3. Bahwa dalil penggugat
pada point 2 adalah dalil yang tidak benar, karena antara penggugat dan
tergugat tidak menyepakati adanya bunga setiap bulan sebesar 5%.
4. Namun saat itu
tergugat memberikan jaminan berupa surat sertifikat rumah yang terletak di
jalan Pekan Baru No.23 Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
5. Bahwa tanggal 05 April
2011 tergugat telah mengembalikan semua pinjaman sebesar Rp.150.000.000,00
(seratus lima puluh juta rupiah) tunai kepada penggugat di rumahnya dan telah
dibuatkan kwitansinya.
6. Dengan adanya
pembayaran sebanyak Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) kepada
penggugat dalam konpensi tersebut,terbukti bahwa utang tergugat kepada
penggugat telah lunas.
Berdasarkan uraian dalil
di atas sudi kiranya Majlis Hakim pengadilan Negeri Banda Aceh berkenan
memutuskan :
1. Menolak gugatan
Penggugat untuk seluruhnya.
2. Menyatakan bahwa Tergugat tidak ingkar janji /
wanprestasi.
3. Membatalkan gugatan Penggugat karena tidak
memiliki dasar yang benar.
4. Menghukum Penggugat untuk membayar semua biaya
yang timbul dari perkara ini.
DALAM REKOMPENSI
Bahwa dalil-dalil yang dipergunakan dalam
konpensi dianggap dipergunakan kembali untuk dalam rekonpensi ;
1.
Dengan adanya pembayaran sebanyak Rp.
150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) kepada penggugat konpensi
tersebut,terbukti bahwa utang tergugat konvensi kepada penggugat konvensi telah
lunas.
2.
Namun demikian dengan berbagai alasan tergugat
rekonpensi masih tetap tidak mau mngembalikan barang jaminan berupa Surat
Sertifikat Rumah di Jalan Pekan Baru No.23 Kecamatan Kuta Alam Banda Aceh.
3.
Bahwa surat tersebut menurut Penggugat
Konvensi telah hilang, yang mana dengan hilangnya Surat Sertifikat tersebut
sangat merugikan Penggugat Rekonvensi.
4.
Bahwa karena kelalaian penggugat konvensi yang
telah menghilangkan surat sertifikat rumah tersebut sangat merugikan penggugat
rekonvensi, wajar kiranya penggugat konvensi dihukum untuk membayar ganti rugi
kepada penggugat rekonvensi.

5.
Adapun biaya-biaya
yang harus dikeluarkan untuk membuat sertifikat pengganti sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran
Tanah dan Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan
Nasional Nomor 3 tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah
Nomor 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah adalah sebagai berikut :
· Biaya pemasangan iklan
di media lokal 2x
· Biaya pembuatan surat
ukur
· Biaya trasnportasi dan
akomodasi selama kepengurusan sertifikat tersebut
· Dan biaya lain-lain
· Keseluruhan biaya yang
ditaksir sebesar Rp. 18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah).
Bahwa, dengan apa yang telah penggugat
rekonvensi nyatakan di atas harap kiranya Majlis Hakim memutuskan :
1.
Menghukum tergugat dalam rekonpensi untuk
membayar ganti rugi kepada penggugat dalam rekonpensi sebesar Rp 18.000.000,00
(delapan belas juta rupiah) dengan sekaligus dan seketika atau sejumlah uang
yang oleh pengadilan negeri dianggap patut untuk dibayarkan kepada penggugat
rekonpensi oleh tergugat rekonpensi,
2.
Menghukum tergugat dalam rekonpensi
untuk membayar biaya perkara ini,
3.
Menyatakan putusan ini dapat dijalankan
lebih dahulu, meskipun timbul verzet atau banding.
Dan apabila Majlis Hakim berpendapat lain,maka
mohon diputuskan seadil-adilnya.
Hormat Tergugat
konvensi/ Kuasa
Hukum
Penggugat Rekonvensi Chaniago
&associates
Khalik M.ridha
Ulhaq
F.
Kesimpulan
Gugatan Rekonvensi merupakan salah satu hak yang diberikan oleh
Undang-undang kepada Pihak tergugat untuk dapat menggugat balik penggugat yang
telah menjadikanya tergugat. Landasan hukum gugatan rekonvensi adalah Pasal 32A
ayat (1) HIR. Dalam mengajukan sebuah gugatan rekonvensi, harus memenuhi
syarat-syarat baik materiil maupun formil. Syarat materiil adalah harus adanya
keterkaitan masalah antara gugatan konvensi (awal) maupun gugatan rekonvensi
(gugatan balik) ,syarat materiil ini masih menjadi perdebatan, yakni antara
gugatan konvensi dan rekonvensi harus ada hubunganya atau tidak. Sedangkan syarat
formilnya adalah menyebut dengan tegas subjektif yang ditarik sebagai tergugat
rekonvensi, merumuskan dengan jelas posita atau dalil gugatan rekonvensi,
berupa penegasan dasar hukum dan dasar peristiwa yang melandasi gugatan dan menyebut
dengan rinci ptitum gugatan. Gugatan Rekonvensi dapat diajukan bersama-sama
dengan gugatan.
Meskipun gugatan rekonvensi adalah hak yang diberikan kepada
tergugat, namun ada larangan mengajukan gugatan rekonvensi, yakni dilarang
menggugata sesame tergugat konvensi, dilarang mengajukan gugatan rekonvensi
ditingkat banding dan kasasi jika pada pengadilan tingkat satu (I) tidak di
ajukan gugatan rekonvensi, dan tidak boleh mengajukan gugatan rekonvensi yang
menyimpang dari kompetensi relative dan absolute.
Gugatan Rekonvensi dapat diperiksa bersama-sama maupun terpisah.
Daftar
Pustaka
Harahap, Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar
Grafika
Manan, Abdul. 2005. Penerapan
Hukum Acara perdata di Lingkungan Peradilan Agama. Jakrta: kencana prenadamedia group.
Komentar
Posting Komentar