Langsung ke konten utama

LIPSTIK

  Siang tadi, dua oranG baik memperhatikanku,  kurang lebih 3 meter dihadapanku mereka memberi syarat padaku yang kurang lebih intinya "Pulang aja sana ! kamu pucet loh !" mereka memelankan suara karna kami sedang berada di forum yang agak resmi dengan tersenyum aku bergegas mengambil sesuatu di dalam tas kesayanganku,  tadaa.. kupamerkan Lipstk wardah yang sejujurnya warnanya agak norak, oren , atau merah bata, tidak penting intinya, aku tampak pucat karna lupa memakai lipstik, segera ku coret bibirku dengan kuas lipstik, tada, kupamerkan bibirku yang sudah menyala kepada mereka.  mereka menggeleng hah ? aku bertanya sebab tidak mengerti "matamu gak bisa bohong ! pulang sana ! istirahat!" lagi2 mereka bicara tanpa suara lekas kubuka kamera depan dari ponsel untuk melihat apa yang terjadi, "lah iya." aku hanya berkedip kedip dan tersenyum pahit. Ingin segera pulang tapi sepertinya aku butuh sekitar satu jam lagi untuk tetap berada di tempat ini ah, lipstik...

Analisa UURI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakimah

BAB I
PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia  tentang Kekuasaan Kehakiman No.48 Tahun 2009 lahir sebagai penyempurna UURI Kekuasaan Kehakiman sebelumnya yakni UURI No. 4 ahun 2004. UURI tentang  Kekuasaan Kehakiman dibuat untuk menjalankan amanat UUD RI 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara hukum yang sudah seharusnya dalam penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman tersebut merdeka, dan bebas dari kepentingan manapun. Hal ini lebih terperinci dikatakan dalam pasal 24 UUD RI 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia  tentang Kekuasaan Kehakiman No.48 tahu 2009 ini lebih lanjut menyempurnakan UURI Kekuasaan Kehakiman terdahulu, dimana  Mahkamah Konstitusi No.005/PUU2006 yang telah mengeluarkan putusan  membatalkan UURI Kekuasaan Kehakiman yang lama tersebut. Selain itu UURI Kekuasaan Kehakiman tahun 2009 ini lebih kompleks mengatur Kekuasaan Kehakiman di Inodensia seperti Asas-asas peradilan, Pengangkatan dan pemberhentian hakim, Penegakkan kode etik, pemilihan hakim adhoc sampai dengan jaminan hakim.
Sebagai rakyat Indonesia yang menganut system negara hukum, perlu kiranya diadakan sebuah studi analisa terhadap UURI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang terfokus dalam dua pembahasan, yakni analisa UURI Kekuasaan Kehakiman perspektif Hukum Positif, dan Analisa UURI Kekuasaan Kehakiman Perspektif Hukum Islam ( Al-Qur’an dan Hadist)

B.      Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis membuat dua rumusan masalah sebagai berikut:
1.      Bagaimana Analisis UURI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman perspektif Hukum Positif?
2.      Bagaimna analisis UURI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman perspektif Hukum Islam (Al-Qur’an dan Hadist) ?











BAB II
PEMBAHASAN

A.     Analisis Pasal Demi Pasal UURI No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman Perspektif Hukum Positif.

Pasal 1 berisi tentang ketentuan Umum yang  menjelaskan bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum  dan Kekuasaan Kehakiman di Indonesia harus merdeka serta bebas dari pengaruh kekuasaan dilandasi oleh UUD 1945 pasal 24 ayat (1). Pelaku Kekuasaan Kehakiman adalah Mahkamah Agung dan  Mahkamah Konstitusi, sedangkan Komisi Yudisial adalah Lembaga negara yang bergerak dibidang hukum. Hal ini sebagaimana Pasal 24 ayat (2) “Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi”. Pasal 1 menunjukkan bahwa Kekuasaan Kehakiman di Indonesia harus mandiri dan merdeka terbentuk atas dasar Konstitusi yang Sah yakni UUD  1945.
Pasal 2-Pasal 17 berisi Asas penyelenggaraan hukum.
Dalam Pasal 2 di jelaskan bahwa Kekuasaan Kehakiman di Indonesia berdasarkan Pancasila, yakni Sila Pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa”   dibuktikan dalam semua putusan peradilan, dibagian Kepala Surat Putusan pasti bertuliskan “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”. Selain dalam Pancasila, juga sesuai dengan pasal 29 UUD 1945. pasal 2 juga kembali menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, dimana peradilan diatur didalam Undang-Undang.
Pasal 3 menjelaskan bahwa peradilan di Indonesia harus bersifat mandiri dan bebas dari campur tangan pihak lain. Hakim dan semua pihak peradilan harus bersifat Independen. Hal ini sebagaimana UUD 1945 pasal  24 ayat (1)
“Kekuasaan Kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan” .
Pasal 4 menjelaskan asas hukum yakni Equality Before The Law, yaitu semua orang sama dimata hukum. Hukum tidak memandang mana orang kaya, mana orang miskin, mana pejabat dan mana rakyat. Equality Before The Law adalah perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan pembedaan perlakuan.(Ansori. 1990:74)
Pasal 5 menunjukkan bahwa hukum di Indonesia menjunjung hukum adat/hukum yang hidup dimasyarakat.
Pasal 6, pasal 7, dan pasal 8 menunjukkan kekuasaaan kehakiman di Indonesia menganut Asas  Presumption Of Innocence atau Praduga tak bersalah. Seorang tidak boleh disebut bersalah sebelum dibuktikan kesalahanya melalui putusan peradilan yang berkekuatan hukum tetap (Marwan. 2004. 113)
Pasal 9 menjelaskan bahwa  penangkapan, penahanan dan penuntutan tanpa alasan atau keliru maka pihak yang dirugikan berhak menuntut ganti rugi, hal ini menunjukkan asas ganti kerugian, dimana pihak  peradilan memiliki tanggung jawab gani rugi, sehingga sangat di tuntut profesionalistas sebagai penegak hukum .
Pasal 10, menjelaskan asas perasilan Ius Curia Novit yakni hakim dianggap mengetahui hukum, dimana hakim tidak boleh menolak perkara apapun yang masuk ke pengadilan dengan alasan tidak ada hukumnya. (Marwan. 2004. 112).
Pasal 11, menjelaskan susunan majlis hakim yakni minimal 3 orang di bantu dengan seorang panitera, dan dalam perkara pidana harus ada penuntut umum. Sedangkan dalam beberapa kasus, hanya terdapat seorang hakim saja, misalnya dalam acara persidangan tilang.  Asas hakim majlis ini dimaksudkna untuk menjamin pemeriksaan yang objektif, guna memberi perlindungan hak-hak asasi manusiadalam peradilan. (Sudikno. 2010. 35).
Pasal 12 menunjukkan asas harus hadirnya paa pihak/terdakwa, akan tetapi dapat dilakukan peradilan tanpa hadirnya pihak dalam hukum acara perdata  yang dinamakan verstek. Verstek adalah fungsi beracara dan penjatuhan putusan atas perkara yang disengketakan yang memberi wewenang kepada hakim untuk menjatuhkan putusan tanoa hadirnya penggugat atau tergugat. (Yahya. 1990. 382).
Pasal 13 Sifat peradilan pada umumnya adalah terbuka untuk umum, yang berarti bahwa setiap orang dibolehkan hadir dan mendengarkan pemeriksaan persidangan. Tujuan asas ini adalah untuk menjamin hak-hak para pihak dan objektifitas peradilan. Akan tetapi ada masa ketika peradilan tertutup untuk umum misalnya  perceraian, pencemaran nama baik, pelecehan seksual dan hal-hal yang membahayakan keamanan negara.
Pasal 14 menjelaskna bahwa dalam pengambilan keputusan, harus berdasarkan permusyawarahan seluruh majlis hakim, hal ini sesuai dengan Sila ke 4 pancasila yakni “Permusyawaratan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dan keadilan” hal ini jelas menunjukkan bahwa Indonesia sangat menghargai pendapat satu sama lain.
Pasal 15 pihak pihak penyelenggara Kekuasaan Kehakiman saling bekerjasama.
Pasal 16 memaparkan apa saja kewenangan peradilan Umum, kewenangan peradilan Umum adalah memeriksa dan memutuskan perkara dari segala perkara perdata dan pidana sipil untuk semua golongan pendduduk.
Pasal 17 menjelaskan adanya hak ingkar terdakwa terhadap hakim, Kekuasaan Kehakiman sangat menghargai hak asasi termasuk Hak Terdakwa. Selain itu di jelaskan bahwa Pihak penyelenggara Kekuasaan Kehakiman harus mengundurkan diri jika memilki hubungan dengan “pihak pencari keadilan”. Hal ini sangat mendukung pasal 3 ,dimana Kekuasaan Kehakiman harus independen.
Pasal 18 menjelaskan mengenai badan peradilan tertinggi adalah mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Agung membawahi lingkungan peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan Peradilan tata usaha Negara.
Pasal 19 Kekuasaan Kehakiman hakim-hakim di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi di atur dalam undang-Undang yang lain.
Pasal 20 wewenang Mahkamah Agung adalah mengadili pada tingkat kasasi serta melakukan pengujian sebuah undang-undang terhadap undang undang lain.Hal ini menunjukkan bahwa perundang-undangan di Indonesia memilki kamar-kamar peradilan sendiri pada tingkatan perkara yang berbeda, begitu pula tingkatan-tingkatanya.
Pasal 21organisasi, finansial dan administrasi  lingkungan peradilan dibawah mahkamah agung dan Mahkamah Agung di atur oleh mahkamah agung dan memiliki perundang-undanganya sendiri.
Pasal 22 menjelaskan bahwa MA berwenang memberikan keterangan , nasehat dan Pertimbangan kepada lingkungan peradilan dibawahnya serta lembaga pemerintahan.
Pasal 23 menjelaskan mengenai upaya hukum yang dapat dilakukan jika putusan pengadilan ditingkat banding tidak disetujui maka dapat dimintakan kasasi kepada Mhkamah Agung. Hal ini merupakan wujud bahwa Indonesia sebagai negara hukum sangat menghargai hak-hak setiap individu termasuk dalam penyelenggaraan hukum dan upaya upaya hukum.
Pasal 24 juga menegaskan perihal kasasi
Pasal 25 Menjelaskan badan-badan /lingkungan peradilan dibawah mahkamah Agung (sesuai pasal 18) serta wewenangnya ,yaitu: Peradilan Umum berwenang dalam  memeriksa mengadili dan memutus perkara oidana dan perdata sesuai perundang-undangan. Perailan Agama  berwenang dalam  memeriksa mengadili dan memutus menyelesaikan perkara orang-orang yang beragama islam Peradilan Militer berwenang dalam  memeriksa mengadili dan memutus perkara pidana militer. Peradilan tatausasah Negara berwenang dalam  memeriksa mengadili dan memutus dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara.
Pasal 26 putusan Peradilan pada tingkat pertama dapat dilakukan upaya hukum berupa banding kepada peradilan tinggi. Upaya ukum banding adalah pemeriksaan ulang dari pemeriksaa oleh pengadilan negri.
Pasal 27 pengadilan khusus hanya dapat di bentuk di salah satu badan peradilan dibawah mahkamah Agung, Peradilan Khusus misalnya peradilang tindak pidana korupsi di lingkungan pengadilan Umum.
Pasal 28 menjelaskan bahwa kekuasaan , susunan dan hukum Acara Mahkamah Agung di atru dalam Undang-Undang tersendiri. Yakni dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Pasal 29 membahas mengenai wewenang Mahkamah konstitusi sebagai lembaga yang mengadili di tingkat pertama dan terakhir yakni , Menguji Undang-Undang terhadap UUD RI, memutus sangketa kewenangan lembaga dimana wewenangnya diberikan oleh UUD  RI, membubarkan partai, memberi putusan jika ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh DPR dan Presiden . Pada prinsipnya wewenang MK adlah menjaga keutuhan UUD RI 1945 dan konsistensi DPR dan Presiden/wakil Presiden.
Pasal 30 mengatur masalah pengangkatan hakim Agung di Mahkamah Konstitusi yakni berdasarkan pilihan dari DPR dari nama yang diusulkan oleh Komisi Yudisial. Berasal dari hakim Karier dan Non Karier. Aturan dalam pengangkatan Hakim Agung  Mahkamah Agung diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1985 Tentang Mahkamah Agung.
Pasal 31 Hakim di lingkungan peradilan di bawah mahkamah Agung adalah pejabat negara Non PNS. Dan tidak boleh merangkap jabatan. Dalam penjelasan UURI ini  dikatakan bahwa “merangkap jabatan” antara lain, Wali, Pengusaha (direktur perusahaan, pemegang saham perseroan), Advokat. Hal ini untuk melindungi independensi peradilan agar tidak ada intervensi dalam penegakkan hukum yang di pengaurhi oleh profesi “kedua” para hakim.
Pasal 32 Hakim Adhoc adalah hakim yang bersifat sementara yang memiliki keahlian dan pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang pengangkatannya diatur dalam undang-undang.” hakim adhoc harus memiliki keahlian khusus di peradilan khusus yang di butuhkan.
Pasal 33 menerangkan bahwa untuk dapat menjadi hakim konstitusi haruslah memiliki kepribadian yang baik, adil, negarawan dan memahamikonstitusi serta ketatanegaraan.
Pasal 34 menjelaskan bahwa hakim konstitusi bersal dari usulan DPR , Mahkamah Agung dan Presiden masing-masing 3 orang calon, pencalonanya harus transparan dan partisipatif, pemilihanya harus objektif dan akuntabel. Hal ini menunjukkan bahwa profesionalitas harus tinggi dalam pemilihan hakim konstitusi, karena hakim konstitusi akan meutus diterima atau tidaknya sebuah UURI yang akan mempengaruhi seluruh masyarakat Indonesia.
Pasal 35- pasal 37 pengangkatan dan Pemberhentian hakim konstitusi diatur dalam undang-undang tersendiri.
Pasal 38 menjelaskan adanya badan-badan lain selain lingkungan peradilan dibawah Mahkamah Agung yang juga berkaitan dalam penegakkan hukum di Indonesia. Badan-badan tersebut memiliki fungsi Penyelidikan dan penyidikan, Penuntutan, Pelaksanaan Putusan, Pemberiaan jasa hukum dan penyelesaian sangketa di luar pengadilan. Fungsi Penyelidikan dan penyidikan dilakukan oleh kepolisian dan diatur dalam Pasal 2 butir 5 KUHAP. Fungsi Penuntutan dijalankan oleh jaksa, dimana penuntutan dilakukan oleh penuntut umum yakni jaksa diatur dalm pasal 13 KUHAP. Fungsi Pelaksaan putusan oleh Jaksa jika perkara pidana, dan oleh Juru sita/Panitera dalam pengawasan ketua pengadilan jika perkara perdata. Fungsi pemberi bantuan/jasa hukum dilaksanakan oleh Lembaga bantuan hukum/penasehat hukum/ advocat. Fungsi penyelesian sangketa diluar pengadilan salah satunya dilakukan oleh mediator baik dari pengadilan maupun non pengadilan.
Pasal 39  Pengawasan tertinggi  terhadap penyelenggaraan keadilan, administrasi keuanganan, dan pengawasan internal atas tingkah laku hakim dilakukan oleh Mahkamah Agung.
Pasal 40 pengawasan eksternal berdasarkan kode etik dan Pedoman Perilaku Hakim dilakukan oleh Komisi Yudisial. Jika melakukan pelanggaran terhadap Kode etik dan pedoman perilaku hakim, maka hakim akan dilaporkan Komisi Yudisial kepada Mahkamah Agung sebgai pengawas tertinggi dalam penyelenggaraan peradilan.
Pasal 41 kode etik dan pedoman perilkau hakim ditetapkan oleh Mahkamah Agung, dan dalam melakukan pengawasan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial harus menaanti norma dan menjaga rahasia informasi yang diperoleh.
Pasal 42 berwenang menganalisa hasil putusan hakim demi menjaga kehormatan dan keluhuran martabat hakim. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan kehakman harus selalu dipantau, dan di evaluasi demi penegakkan hukum setinggi tingginya.
Pasal 43 seperti yang telah dijelaskan diatas pada pasal 40, jika ada pelanggaran kode etik oleh hakim maka akan diperiksa oleh Mahkamah Agung atau komisis Yudisial. Indonesia bercita-cita menegakkan hukum setinggi-tingginya, pengawasan penegak hukum juga harus ketat dan tegas.
Pasal 44 selain pengawasan hakim agung dan hakim-hakim di lingkungan perailan dibawah Mahkamah Agung, pengawasan juga dilakukan terhadap hakim-hakim konstitusi yakni oleh Majelis kehormatan Hakim Konstitusi. Penegakkan huku di iIndonesiatidak pandang bulu, baik penegak hukumnya atau pihak-pihak yang bersengketa/pencari keadilan.
Pasal 45 Mahkamah Konstitusi dan lingkungan peradilan dibawahnya dapat mengangkat panitera, sekretaris, dan juru sita. Semua dilakukan untuk menunjang penegakkan hukum di Indonesia dengan tugasnya masing-masing. Karena penyelenggaraan peradilan tidak cukup hanya hakim saja.
Pasal 46, panitera sebagai sekretaris Sidang, tidak boleh merangkap menjadi hakim,wali.pengampu,advokat,dan pejabat lainya, karena memilki tupoksi masing-masing.
Pasal 47 pengangkatan dan pemberhentian panitera, sekretaris,dan juru sita di atur dalam undang-undang lain. Hal ini menunjukkan bahwa peradilan harus ketat dan professional.
Pasal 48 jaminan kesejahteraan  terhadap hakim konstitusi dan hakim-hakim di bawah Mahkamah Agung di tanggung oleh negara. Sebagaimana cita-cita bangsa Indonesia yakni menegakkan hukum setegak-tegaknya memerlukan upaya dan kerja keras maka Hakim haruslah diberi jaminan kesehatan.
Pasal 49, sedangkan hakim Adhoc jaminan kesehatanya di tanggung oleh tunjangan khusus.
Pasal 50 menjelaskan syarat sahnya putusan antara lain harus memuat dasar putusan, pasal tertentu  dalam Undang-Undnag yang bersangkutan  juga harus ditandatangani oleh Ketua Majlis, hakim yang memutus dan panitera.
Pasal 52 putusan harus disalin dan di berikan kepada pihak-pihak terkait temasuk lembaga permasyarakatan, tahanan, kejaksaan pada kasus-kasus terntentu.
Pasal 53 putusan harus dapat dipertanggungjawabkan oleh Majlis hakim sehingga harus memuat pertimbangan hukum yang dijadikan landasan dalam mengambil keputusan.
Pasal 54 menerangkan bahwa putusan harus di taati dan dilaksanakan. Pelaksanaan putusan Pidana dilakukan oleh jaksa, sedangkan dalam perkara perdata dilaksanakan oleh Juru Sita/Panitera yang dipimpin oleh ketua Sidang.
Pasal 55, jika putusan telah Incraht atau berkekutana hukum tetap, maka ketua pengadilan wajib mengawasi pelaksanaan putusan tersebut. Putusan pengadilan dapat berkekuatan hukum termuat dalampenjelasan atas  Pasal 2 ayat (1) UURI No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi
Yang dimaksud dengan “putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap” adalah :
1.        putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak diajukan banding atau kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana;
2.        putusan pengadilan tingkat banding yang tidak diajukan kasasi dalam waktu yang ditentukan oleh Undang-Undang tentang Hukum Acara Pidana; atau
3.        putusan kasasi.

Pasal 56 bantuan hukum merupakan hak bagi semua orang yang tersangkut perkara hukum, sedangkan bagi orang miskin biaya bantuan hukum ditanggung oleh negara. Bantuan hukum bukanlah merupakan kewajiban.
Pasal 57 menerangkan bahwa setiap pengadilan negri harus membentuk pos bantuan hukum bagi orang yang tidak mampu dimana bantuan hukum diberikan scara Cuma-Cuma.
Pasal 58 dalam perkara perdata, sanketa dapat diselesaikan diluar pengadilan. Bahkan dalam PERMA No. 1 Tahun 2016 sebelum di lakukan proses peradilan di ruang siding wajib dilakukan mediasi di antara pihak-pihak yang berperkara. Pasal 3 PERMA NO. 1 TAHUN 2016 mengatakan, “Setiap hakim, mediator, para pihak dana tau/ kuasa hokum wajib mengikuti prosedur penyelesaian sengketa melalui mediasi”
Pasal 59 salah satu upaya yag dapat dilakukan untuk menyelesaikan perkara perdata  di luar  pengadilan adalah Arbritase. Arbritase didasarkan pada perjanjian arbritase yang disetujui dan ditanda tangani oleh kedua  belah pihak. Putusan arbritase bersifat final.
Pasal 60 penyelesaian sangketa diluar pengadilan antara lain adalah mediasi, konsiliasi/penilaian ahli, konsultasi dan negosiasi. Hasil dari penyelesaian tersebut dituangkan dalam akta kesepakatan tertulis yang bersifat mengikat.
Pasal 61 penyelesaian sangketa diluar persidangan diatur dalam perundang-undangan.
Pasal 62 – pasal 64 , pasal ini menegaskan bahwa UURI Kekuasaan Kehakiman ini menghapuskan UURI no.48 tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.

B.      Analisis UU RI No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Berdasakan Hukum Islam Al-Qur’an dan Hadits.
Dalam analisis ini, penulis tidak akan menguraikan satu persatu pasal, tetapi langsung kepada pasal yang bekaitan dengan hokum islam.
Pasal 1 UU RI tentang Kekuasaan Kehakiman ini merupakan bentuk penegakkan keadilan yakni Kekuasaan Kehakiman yang berdasarkan Al-Qur’an Surat AnNisa’ ayat 135.
Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia Kaya ataupun miskin, Maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu Karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.”  (Depag RI. 2010. 100)

Pasal 2 sejalan dengan perintah Tauhid, menomor satukan Allah dalam segala urusan. Hal ini tercermin dalam pasal 2 ayat 1. Hal ini terdapat dalam Al-Qur’an .” QS. Al Anbiya’: 25.
Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Rabb yang berhak disembah selain Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”  (Depag RI. 2010. 324)

Pasal 4 membicarakan mengenai persamaan setiap orang dimata hukum. Dalam ayat Al-qur’an perintah tersebut juga di singgung di dalam surat Al-Maidah ayat 8.
 “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Depag. RI. 2010. 108)

Pasal 12 mengatakan bahwa persidangan harus dihadiri para pihak, akan tetapi dalam kitab ‘Ianatun Thalibin Juz IV Hal 380 dikatakan bahwa “ Hakim boleh memutus perkara atsa orang yang tidak berada di tempat atau dari majlis hakim, baik ketidakhadiranya itu tersembunyi atau enggan, apabila penggugat ada bukti yang kuat “
Pasal 14 menunjukkan bahwa dalam mengambil keputusan majlis hakim harus melalui permusyawarahan. Sesuai dengan ajaran al-Qur’an Ali-Imron ayat 159
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu Berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (Depag RI. 2010. 71)

Pasal 15 mencerminkan sikap saling tolong menolong antar penegak hukum, sesuai dengan periintah dalam l-qur’an Al-Maidah ayat 2
  “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan". (Depag. RI. 2010. 105)

Pasal 34 menjelaskan keharusan memilki profesionalitas untuk menjadi hakim. Profesionalitas dalam alquran dibahas dalam (QS. al-Bayyinah, 98:7)
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan melakukan pekerjaan yang baik, mereka itu adalah sebaik-baik makhluk.” (Depag RI .2010. 598)

Pasal 53 menerangkan bahwa segala putusan yang dikeluarkan oleh pengadilan harus di pertanggungjawabkan oleh hakim majlis pemutus perkara. Dalam Al-qur’an dijelaskan mengenai tanggung jawab seorang muslim atas perbuatanyya , yakni dalam al-mudatsir ayat 38
“Tiap-tiap diri bertanggungjawab atas apa yang telahdiperbuatnya” (Depag. RI. 2010. 576)
Pasal 56-61 mengatur masalah perdamaian dan penyelesaian perkara diluar siding. Islam snagat menganjurka perdamaian, hal ini sebagaimana perintah Allah dalam Al-Qur’an  al-hujurot ayat 9-10
“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.Orang-orang beriman itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat” Depag. RI. 2010. (Depag RI. 2010. 516)














BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan

Undang-Undang Kekuasaan kehakiman adalah wujud dari cita-cita bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD 1945 tepatnya pasal 24. UURI  No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menjadi penyempurna UURI tentang Kekuasaan Kehakiman sebelumnya.
Setelah dilakukan analisa, UURI tentang kekuasaan kehakiman No. 48 tahun 2009 memenuhi unsur-unsur penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang baik, bersih, dan independen. Serta dijelaskan pula Kewenangan Mahkamah Agung yang membawahi beberapa lingkungan peradilan yakni, peradilan umum, Peradilan Agama, Peradilan tata Usaha negara, dan peradilan Militer. Selain itu juga, Mahkamah Konstitusi memiliki kewenangan menguji Undang-undang terhadap UUD 1945.
Selain analisa berdasar hokum positif, UURI No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman juga memenuhi perintah al-Qur’an dalam menyelenggarakan peradilan yang setinggi-tingginya, Mengesakan Allah,memenuhi hak saudara, saling tolong menolong dalam menegakkan keadilan.
UURI No.48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dapat dijalankan di Indonesia, karena memenuhi aturan hokum positif dan hokum islam yang sumbernya dari Al-Qur’an dan Hadist. Diharapkan penegakkan keadilan di Indonesia tidaklagi hanya sebatas cita-cita, tapi bisa menjadi nyata.
Selama melakukan analisa terhadap UURI ini, ada beberapa hal menarik yang perlu kita contoh, diantaraya adalah asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yakni Equality Befor The Law, semua orang sama dimata hokum , jadi sebainya kita tidak memandang orang sebelah mata. Memandang semua orang sama tanpa membedakan warna kulit, tinggi badan, pakaian, latar belakang ekonomi dan lain-lain.
Hal menarik selanjutnya adalah asas Presumption Of Inocence atau seorang dikatakan bersalah jika telah diputuskan bersalah oleh hakim. Disini kita dapat menerapkan asas ini dalam kehidupan kita. Selalu ber Husnudzon kepada semua orang, tidak menganggap orang lain buruk sebelum ada bukti yang mengungkapkan, kalau toh sesorang telah divonis bersalah, kita tetap harus mencoba bersikap baik terhadapnya.
B.     Saran
1.      Hendaknya UU RI kekuasaan kehakiman dilaksanakan dengan sebaik-baiknya oleh seluru aparat/lembaga peyelenggara peradilan demi terrwujudnya cita-cita bangsa Indonesia yaknimenjunjung keadilan dan hokum setinggi-tingginya.
2.      Dengan di tegakkananya hokum setinggi-tingginya diharapkan mampu mendongkrak mental bangsa, dan mensejahterakan bangsa
3.      Diharapkan mahasiswa pada umumnya , dan Mahasiswa Fakultas Hukum/Syar’ah pada khususnya mampu mengaplikasikan  asas-asas peradila dalam kehidupan sehari-hari guna menumbuhkan sikap jujur, Positif Thingking, dan cara pandang Objektif yang saat ini sangat langka dimilki oleh mahasiswa.
4.      Diharapkan analisa yang telah dilakukan oleh penulis dapat bermanfaat bagi seluruh kalangan, baik akademisi dan Non Akademisi.



















DAFTAR PUSTAKA
2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Al-Bukhara: Solo


Ansorei. 1990. Hukm Acara Pidana. IKAPI: jakarta


Peraturan Mahkamah Agung No. 1 tahun 2016 tentang Grasi


Republik Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945


Harahap, Yahya. 2005. Hukum Acara Perdata. Jakarta: Sinar Grafika


Mas, Marwan. 2004. Pengantar Ilmu Hukum. Ghalia Indonesia: Jakarta


Mertokusumo, Sudikno. 2010. Hukum Acara Perdata Indonesia Edisi Revisi. Cahaya Utama Pustaka: Yogyakarta


Undang-Undang Republik Indonesia   No. 22 Tahun 2002 tentang Grasi


Undang-Undang Republik Indonesia No. 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman



Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ihya’ Al-Mawat dan Jialah, Pengertian ,rukun dan syarat, dasar hukum ihya' Al-mawat dan Jialah / ja'alah / ju'alah

Ihya’ Al-Mawat dan Jialah Makalah Disusun sebagai tugas Matakuliah Fiqh Muamalah Dosen Pengampu Bpk. Ainun Yudhistira, S.H.I., M.H.I. Disusun Oleh: Nur Fitria Primastuti   21113044 FAKULTAS SYARIAH JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH IAIN SALATIGA April :2015 Ihya’ Al-Mawat dan Jialah A.       Ihya’ Al-Mawat 1.        Pengertian Ihya’al-Mawat Ihya’Al-Ma’wat atau menghidupkan tanah yang telah mati di maksudkan dengan menggarap tanah yang telah mati. Di kalangan fuqoha, tanah yang telah mati dimeksud dengan “Tanah yang tidak ada tuanya dan tidak lagi di manfaatkan oleh siapapun.” Di sini di maksudkan untuk mengambil manfaat atas pemanfaatan tanah tersebut. “Tidak ada pemiliknya” maksudnya adalah tanah yang tidak ada pemiliknya sama sekai, dan tidak ada bekas garapan seperti ,pondasi, tanaman ,dan lain sebagainya. “Tanah yang tidak di manfaatkan oleh seseorang “ maksudnya tanah tersebut bebas...

Batasan Ilmu Pengetahuan

Dewasa ini manusia hidup dalam besarnya perkembangan ilmu pengetahuan yangs semakin luas dan tidak pernah berhenti berkembang. Di luar itu manusia di tuntut untuk hidup dalam kebenaran dan apa-apa yang memiliki nilai yang dapat mereka jadikan acuan dalam bertindak. Lembaga kebenaran itu disebut dengan agama ,filsafat,dan seni. Kebenaran yang di percaya menjadi lembaga tertua adalah agama,ini berasal dari wahyu dan oleh penganutnya agama dinilai dan diyakini kebenarannya secara mutlak.             Tidak hanya mencakup masalah umum saja, tatapi agama mencakup hal-hal khusus dan hal-hal transendal . Seperti misalnya latar belakang penciptaan   alamsemesta,juga seisinya. Sama seperti agama yang diyakini menjadi kebenaran tertua yang nilai –nilai- nya selalu   di anggap benar meski banyak yang di luar nalar,seni pun juga begitu,tidak ada kata benar ataupun salah dalam seni,bahkan seni juga menjangkau hal-hal mendasar,un...

Warisan Kartini

April adalah bulan kartini. Bulan di mana akan kita dapati sekolah maupun Lembaga lainnya berbondong-bondong berkostum kebaya, batik, maupun baju daerah lainnya sebagai bentuk perayaan hari lahirnya Sang Pahlawan Bangsa, Ibu Kita Kartini. Selain kostum, sekolah dan Lembaga lainyya mengadakan lomba-lomba yang menurut wawancara saya kepada beberapa teman yang menjadi guru, menjadi ciri khas perayaan hari Kartini. Lomba Fashion Show, Lomba Make Up, Lomba Menari dan lomba-lomba lainyya yang erat kaitannya dengan Wanita. Tahun ini, 2024 bulan April bebarengan dengan bulan Syawal tahun Hijriyah. Beberapa sekolah dan Lembaga lain memperingati Hari Kartini dengan berkebaya, berbatik, lalu halal bihalal. Meskipun ada satu dua sekolah yang tetap memperingati Hari Kartini dengan upacara, Berkebaya, bahkan pawai kartini, Hari Kartini gak sepi-sepi amat lah. Lalu muncul sebuah pertanyaan. Apa yang sebenarnya Kartini wariskan kepada kita, generasi muda? benarkah Kartini adalah symbol perjuangan...