Siang tadi, dua oranG baik memperhatikanku, kurang lebih 3 meter dihadapanku mereka memberi syarat padaku yang kurang lebih intinya "Pulang aja sana ! kamu pucet loh !" mereka memelankan suara karna kami sedang berada di forum yang agak resmi dengan tersenyum aku bergegas mengambil sesuatu di dalam tas kesayanganku, tadaa.. kupamerkan Lipstk wardah yang sejujurnya warnanya agak norak, oren , atau merah bata, tidak penting intinya, aku tampak pucat karna lupa memakai lipstik, segera ku coret bibirku dengan kuas lipstik, tada, kupamerkan bibirku yang sudah menyala kepada mereka. mereka menggeleng hah ? aku bertanya sebab tidak mengerti "matamu gak bisa bohong ! pulang sana ! istirahat!" lagi2 mereka bicara tanpa suara lekas kubuka kamera depan dari ponsel untuk melihat apa yang terjadi, "lah iya." aku hanya berkedip kedip dan tersenyum pahit. Ingin segera pulang tapi sepertinya aku butuh sekitar satu jam lagi untuk tetap berada di tempat ini ah, lipstik...
Ihya’ Al-Mawat dan Jialah, Pengertian ,rukun dan syarat, dasar hukum ihya' Al-mawat dan Jialah / ja'alah / ju'alah
Ihya’ Al-Mawat dan Jialah
Makalah Disusun sebagai tugas Matakuliah Fiqh Muamalah Dosen
Pengampu Bpk. Ainun Yudhistira, S.H.I., M.H.I.
Disusun Oleh:
Nur Fitria Primastuti 21113044
FAKULTAS SYARIAH
JURUSAN AHWAL AL-SYAKHSHIYYAH
IAIN SALATIGA
April :2015
Ihya’ Al-Mawat dan Jialah
A.
Ihya’ Al-Mawat
1.
Pengertian Ihya’al-Mawat
Ihya’Al-Ma’wat
atau menghidupkan tanah yang telah mati di maksudkan dengan menggarap tanah
yang telah mati.
Di
kalangan fuqoha, tanah yang telah mati dimeksud dengan “Tanah yang tidak ada
tuanya dan tidak lagi di manfaatkan oleh siapapun.” Di sini di maksudkan untuk
mengambil manfaat atas pemanfaatan tanah tersebut.
“Tidak
ada pemiliknya” maksudnya adalah tanah yang tidak ada pemiliknya sama sekai,
dan tidak ada bekas garapan seperti ,pondasi, tanaman ,dan lain sebagainya.
“Tanah
yang tidak di manfaatkan oleh seseorang “ maksudnya tanah tersebut bebas, tidak
ada seorangpun yang menguasai tanah tersebut untuk dimanfaatkan atau
bermanfaat. Bukan juga tanah milik umum seperti bantaran sungai, teras-teras
rumah karena membawa kemaslahatan bersama.
Menurut Abu Hanifah,
tanah mawat ialah tanah yang berjauhan dari sesuatu kawasan yang telah
diusahakan dan tiada kedapatan air. Menurut Mazhab Maliki, tanah mawat ialah
tanah yang bebas daripada pemilikan tertentu melalui usaha seseorang dan tidak
ada tanda-tanda sebagai ia telah diusahakan. Menurut al-Mawardi dari Mazhab
Syafi’i, tanah mawat ialah tanah yang belum diusahakan. Menurut Imam Ahmad binHanbal,
tanah mawat ialah tanah yang diketahui tidak dimiliki oleh siapapun dan tidak kedapatan
tanda-tanda tanah itu telah diusahakan.
2.
Hukum Ihya’ Al-Mawat
Dalam
hadits Rasululloh Saw. Bersabda . “ Barang siapa menggarap tanah bukan milik
siapapun, maka dialah yang berhak atas tanah itu dan apa yang dimakan oleh
hewan baginya adalah sedekah.[1]
Hadits
di atas menjelaskan bahwa hukum ihya’ Al-Mawat adalah boleh. Riwayat tersebut
secara tegas menyatakan bahwa kepemilikan bisa di tetapkan dengan
menghidupkanya karena dia berhak memilki tanah tersebut tanpa perlu berhujjah
bahwa tanah itu masuk kedalam haknya.
Mesikpun
hukum menggarap tanah mati itu di perbolehkan, akan tetapi tetap ada beberapa
hal yang di kecualikan
a.
Tanah tak bertuan di Arafah,
Mudzalifah dan Mina
Karena
tana-tanah tersebut adalah hak para jamaah haji dan umroh , dan ketika di
gunakan/di garap akan mengganggu ibadah jama’ah.
b.
Tanah-tanah di tempat umum, dan
fasilitas umum.
c.
Tanah atau kawasan hutan lindung ,
tidak boleh di garap karena sudah di tetapkan oleh pemerintah sebagai milik
umum, dan tidak dimilki/ di garap kecuali dengan izin pemimpin/wakilnya.
d.
Kawasan terlarang untuk di kelola,
yaitu tanah yang perlu di manfaatkan meskipun sebenarnya sudah ada manfaatnya namun
tanpa usaha pemanfaatan tidak akan maksimal.
Lahan
ini di sebut harim (kawasan terlarang), pemilik berhak melarang orang untuk
mengelolanya, dengan mendirikan rumah dsb, tapi tidak boleh melarang orang
lewat, mencari rumput , menimba air, dll.
Kawasan
terlarang perkampungan
1.
Gedung pertemuan
2.
Tempat pacuan kuda
3.
Tempat penambatan hewan
peliharaan/parkir mobil.
4.
Tempat pembuangan sampah
5.
Tempat penggilingan biji-bijian
6.
Tempat menggembala kambing, dan
hewan ternak lain
Kawasan
sumur untuk menimba air
Yakni
sumur yang digali dan mengeluarkan air, kawasan haramnya adalah sebagai
berikut:
1.
Tempat istirahat/pemberhentian
menimba air
2.
Alat timba
3.
Bak penampungan air
Kawasan
terlarang Sungai
Memanfaatkan
kawasan terlarang sunagai ada 2 pendapat
1.
Bila pemanfaatanya seperti menenempatkan
barang barang , pipa di kedua sisi sungai, bila tidak di maksudkan untuk
memersemit jalan raya dan mengurangi hak / kemaslahatan umum, maka
diperbolehkan.
2.
Pemanfaatan yang muncul dari sungai
akibat pasang surut air sungai, hal itu di larang sebab itu merupakan kawasan
yang di larang.
3.
Cara-Cara Ihya Al-Mawat
Cara menggarap tanah mati berbeda-beda. Perbedaan cara-cara ini dipengaruhi oleh adat dan kebiasaan masyarakat. Cara-cara ihya al-mawat adalah:
Cara menggarap tanah mati berbeda-beda. Perbedaan cara-cara ini dipengaruhi oleh adat dan kebiasaan masyarakat. Cara-cara ihya al-mawat adalah:
a.
Menyuburkan - cara ini digunakan untuk daerah yang
gersang, yakni daerah yang tanaman tidak dapat tumbuh, maka tanah tersebut
diberi pupuk, baik pupuk dari pabrik maupun pupuk kandang sehingga tanah itu
mendapat hasil yang diinginkan.
b.
Menanam – cara ini dilakukan untuk daerah-daerah yang
subur, tetapi belum dijamah oleh tangan-tangan manusia. Sebagai tanda tanah itu
telah ada yang memiliki, maka ia ditanami dengan tanam-tanaman, baik tanaman
untuk makanan pokok, mungkin juga ditanami pohon-pohon tertentu secara khusus,
seperti pohon jati, karet, kelapa, dan pohon-pohon lainnya.
c.
Menggarisi atau membuat pagar – hal ini dilakukan
untuk tanah kosong yang luas sehingga tidak mungkin untuk dikuasai seluruhnya
oleh orang yang menyuburkannya, maka dia harus membuat pagar atau garis batas
tanah yang akan dikuasai olehnya.
d.
Menggali parit – yaitu membuat parit di sekeliling
kebun yang dikuasainya, dengan maksud supaya orang lain mengetahui bahwa tanah
tersebut sudah ada yang menguasai sehingga menutup jalan bagi orang lain untuk
menguasainya.
B.
Ja’alah
1.
Pengertian Ja’alah
Ja’alah
,Ja’l atau ja’ilah merupakan istilah
nama yang digunakan untuk menyebutkan sesuatu yang di gunakan untuk memberikan
kepada orang lain sebagai upah karena mengerjakan sesuatu.[2]
Sebagian
ulama mendefinisikan Ja’alah sebagai “ Kewajiban membayar upah tertentu atas
pekerjaan berat walupun bayaranya belum pasti.”
Madzhab
Maliki mendefinisikan Ju’alah sebagai “Suatu upah yang dijanjikan
sebagai imbalan atas suatu jasa yang belum pasti dapat dilaksanakan oleh
seseorang”. Madzhab Syafi’i mendefinisikannya: “Seseorang yang
menjanjikan suatu upah kepada orang yang mampu memberikan jasa tertentu
kepadanya”.
Secara
sederhana ji’alah dapat di artikan sebagai upah atas jasa atau sayembara.
2.
Status Hukum Ju’alah
Penyeru-penyeru itu berkata, "Kami
kehilangan piala raja, dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan (seberat) beban unta, dan aku menjamin terhadapnya.
Ayat
tersebut menjelaskan kepada kita bahwa Allah menjanjikan balasan balasan bahan
makanan beban unta bagi ia yang membayar upah kepada seorang yang bekerja
padanya. Sehingga kita dapat mengetahui
bahwa hukum ju’alah adalah Boleh.
Selain
dalam dalil Al-qur’an , NabiAllah Muhammad SAW juga bersabda yang di riwayatkan dalam Abu Sa’id Al-Khuduri
bahwa sekelompok sahabat nabi Saw. bertamu di sebuah kampung ,di perkampungan
arab, namun mereka tidak mau menjamu mereka. Tiba-tiba ketua kampung mereka di
sengat kalajengking , mereka berkata:”Apakah ada di antara kalian yang mau mengobati?” mereka menjawab :” kalian
tidak mau menjamu kami, maka kami tidak akan mengobatinya atau kalian
memberikan ja’alah “ lalu penduduk kampung memberi mereka satu ekor kambing,
lalu salah satunya mengobatinya dengan ummul kitab, lalu mengambil ludahnya
lalu ia sembuh, para sahabatpun berkata :” kami tidak akan mengambilnya sebelum
kami bertanya kepada nabi Muhammad Saw., “ nabi tertawa dan berkata: “ Siapa
yang mengajarkan kamu bahwa ayat itu adalah Do’a ? Ambilah dan Beri saya satu
bagian.[3]
Sedangkan
menurut para Ulama telah berjima’ tentang kebolehan Ja’alah karena memang di
perlukan untuk mengembalikan hewan yang hilang atau pekerjaan yang tidak
sanggup di kerjakanya, dan tidak ada orang yang bisa membantu secara sukarela,
dan tidak boleh dengan akad sewa karena tidak di ketahui sehingga yang boleh
adalah memberinya Ja’alah seperti akad sewa dan bagi hasil.
3.
Rukun Ja’alah
Empat Ruku
Ja’alah : 2 pihak yang berakad, ‘Wadh(Upah), pekerjaan, ucapan.
Sebagian
ulama ada yang berpendapat rukun ja’alah ada lima : pihak yang menerima upah,
pihak yang memberi upah , upah, pekerjaan, dan ucapan.
a.
Pemberi Ja’alah
2
syarat pemberi ja’alah
1.
Memiliki kebebasan berbuat dengan
syarat semua tindakanya sah dengan apa yang di laukanyasebagai upah , baik dia
sebagai pemilik atau bukan, termasuk di dalamnya wali, dan tidak termasuk di
dalamya anak kecil , orang gila dan idiot
2.
Mempunyai pilihan , jika terpaksa ,
maka akad menjadi tidak sah.
b.
Pekerja
Syarat
pekerja:
1.
Mempunyai ijin dari orang yang
memilki harta
2.
Pekerja adalah orang yang ahli dalam
hal yang akan di kerjakanya
3.
Pekerja tidak sah mendapat upah
kecuali telah selesai pekerjaanya. Lain hal apabila sudah ada akad lebih dahulu
tentang pemberian upah di awal.
c.
Upah
Syarat
upah
1.
Harta yang menjadi maksud untuk
dimilki , terhormat , atau hak khusus
2.
Harus diketahui sebelumnya oleh si
pekerja
Tapi
apabila upah belum pasti tapi pekerja tetap bekerja , maka ia mendapatkan upah
standar kerja.
d.
Pekerjaan
Syarat
Pekerjaan
1.
Memiliki kesusahan , maksudnya
adalah adanya upaya yang tidak mudah untuk melakukan pekerjaan itu
2.
Pekerjaan yang di tawarkan kepadanya
bukan suatu pekerjaan yang wajib secara syar’i.
e.
Ucapan (Sighat)
Ucapan
di laukan oleh yang memilki ja’alah saja, atau yang menerima ja’alah (pekerja)
atau kedua-duanya.
Misalnya
hanya Sang pemilik Ja’alah “barang siapa menemukan kudaku yang hilang, maka
akan aku beri orang itu balasan sebesar 20 juta “
Hanya
penerima ja’alah “ apabila saya menemukan kudamau , maka berikan saya 20 juta “
Sighat
(ucapan tidak boleh terikat waktu karena akan menghilangkan tujuan dari akad ,
“ barang siapa menemukan kudaku sampai bulan deember maka akaan aku beri dia 20 juta “ Akad
tersebut tidak sah. Karena sang penerima ja’alah mungkin belum menemukan kuda
yang di cari , sedangkan sudah masuk tengganag waktu , maka dia tidak akan
mendapat apa-apa dan usahanya sia-sia.
4. Yang membatalkan ji’alah
a. Masing-masing pihak boleh menghentikan perjajanjian
(membatalkannya) sebelum bekerja.
b. Kalau yang membatalkan orang yang bekerja, dia tidak mendapat upah,
sekalipun dia sudah bekerja.
c.
Tetapi
kalau yang membatalkannya adalah pihak yang menjajinkan upah, maka yang bekerja
berhak menuntut upah sebanyak pekerjaan yang diasudah kerjakan.[4]
C.
Kesimpulan
Ihya’
Al-Mawat adalah menggarap tanah yang telah mati , dimana tanah itu tidak
dimiliki oleh siapapun dan tidak ada bekas garapannya.Hukum Ihya’ Al-Mawat i
perbolehkan. Cara menghidupkan/ menggarap tanah mati adlah dengan menyuburkan,
menanami, memberi pagar dan lain sebagainya.
Sedangkan
ju’alah adalah upah. Pemberian sesuatu kepada seseorang atas pekerjaan/perbuatan
yang telah di berikan kepadanya yang belum tentu bisa di laksanakan. Hukumnya adalah
boleh sesuai Q.S Yusuf ayat 7.
Daftar Pustaka
Fiqh
Muamalah, Abdul Aziz Muhammad Azam
Pengantar
Fiqh Muamalah, Teungku Muhmamad Hasbi Ash-Sidiqi,2009, PT. Pustaka Rizki Putra,
Yogyakarta
Fiqih Praktis, 1998,
Wamy Publishing
[1] Diriwayatkan oleh
Al-Bukhori dan Ahmad dalam Sahih Al-Bukhori.
[2] Fiqh Muamalah, Abdul Aziz Muhammad
Azam, 331
[3] Diriwayatkan oleh jama’ah kecuali
Imam Nasa’i dan lafal ini milik al_Bukhori , lebih lengkap ada pada
Ad-Duruquthni:” Saya berkata Ya Rasululloh saya mendapati sesuatu dalam
hatiku.” Asy-Syaukhani berkata, hal ini bisa di maklumi sebab dia tidak tau
sebelumnya tentang bolehnya me Ruqyah dengan Surat Al-Fatihah. (Nail Al-Authar,
5/326-327)
Komentar
Posting Komentar